BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sepanjang kehidupan manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik baik itu secara individu maupun organisasi.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan.Demikian halnya dengan kehidupan organisasi,
setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik entah itu konflik antar individu, konflik antar kelompok atau yang lain. Di dalam organisasi perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik
(destruktif).Dalam paradigma lama banyak orang percaya bahwa konflikakan menghambat organisasi berkembang.
Namun dalam paradigm baru ada pandangan yang berbeda. Konflik memang bisa menghambat, jika tidak dikelola dengan baik, namun jika dikelola dengan baik konflik bias menjadi pemicu berkembangnya organisasi menjadi lebih produktif.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat ber dampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan
reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihakketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.Hal inikarena komunikasi efektif di
antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi manajemen konflik?
2.
Aspek-aspek dalam manajemen konflik?
3.
Pengelolaan konflik?
4.
Metode dan langkah-langkah
yang digunakan untuk menangani konflik?
5.
Aplikasi manajemen konflik?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini,adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen.
2.
Sebagai media pembelajaran mengenai Manajemen Konflik.
3. Mengetahui konsep manajemen konflik, yang meliputi
definisi konflik, aspek-asfek dan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
konflik, mode dan langkah untuk menangani konflik dan penerapan manajemen
konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
MANAJEMEN KONFLIK
Manajemen konflik
merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam
suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan interpretasi.
1. Definisi Manajemen
Menurut R Terry
Manajemen merupakan
suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Menurut James F
Stoner
Manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya-sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan rganisasi yang telah ditetapkan.
2. Definisi Konflik
Ada beberapa
pendapat mengenai manajemen konflik diantaranya :
a. Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan
langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif.
b. Menurut Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen
konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
dan proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional
dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik
perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai
model yang representatif dan ideal.
Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Konflik adalah suatu cara atau
proses mengambil langkah-langkah oleh para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil yang positif dengan melakukan
pendekatan, komunikasi dan evaluasi untuk mendapatkan penyempurnaan untuk
mendukung tujuan yang telah ditetapkan.
B.
ASPEK-ASPEK
DALAM MANAJEMEN KONFLIK
Dalam
Manajemen konflik ada 2 aspek yang bisa muncul yaitu aspek positif dan aspek negatif.
1. Aspek Positif
Konflik bisa jadi
merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan
baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
a. Membantu setiap orang untuk saling memahami
tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
b. Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
c. Menumbuhkan semangat baru pada staf.
d. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
e. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih
merata dalam organisasi.
2. Aspek Negatif
Apabila konflik
mengarah pada hal negatif dan kondisi destruktif baik untuk perorangan maupun
kelompok, maka hal ini dapat berdampak :
a. Penurunan efektivitas kerja;
b. Adanya penolakan;
c. Resistensi terhadap perubahan;
d. Apatis,
e. Acuh tak acuh,
f. Bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif,
berupa demonstrasi.
Konflik bisa di sebabkan oleh beberapa hal yang
mengakibatkan ke dua aspek (posif/negatif) tersebut bisa terjadi, diantaranya :
Batasan pekerjaan yang tidak jelas
a. Hambatan komunikasi
b. Tekanan waktu
c. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk
akal
d. Pertikaian antar pribadi
e. Perbedaan status
f. Harapan yang tidak terwujud
C.
PENGELOLAAN
KONFLIK
Sepanjang kehidupan manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan
konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi,
setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Agar konflik
tidak jadi berlarut-larut maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
1. Disiplin
Mempertahankan
disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat
harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi.
Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat
dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan
bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan
yang lebih tinggi.
3. Komunikasi
Suatu Komunikasi
yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya
yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan
sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara
aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa
penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka
dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka
telah mendengarkan.
Dalam mengelola
konflik tidak bisa begitu saja tapi di perlukan teknik atau keahlian untuk
mengelola konflik seperti pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
a. Konflik itu sendiri
b. Karakteristik orang-orang yang terlibat di
dalamnya
c. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian
konflik
d. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan waktu dan tenaga
D.
METODE
PENANGAN KONFLIK
Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang
sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
1. Mengurangi konflik;
Untuk metode pengurangan
konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan
persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam
ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah
dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok
tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya
juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2. Menyelesaikan konflik.
Cara dengan metode
penyelesaian konflik yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a. Dominasi (Penekanan)
Metode-metode
dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu
1) Mereka menekan konflik, dan bahkan
menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah
tanah”;
2) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di
mana pihak yang kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau
pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan
sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam
cara sebagai berikut
1) Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak
bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”,
maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat
menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi
destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience)
Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik,
yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa
diterapkan.
2) Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus
membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan
cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain,
untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi
dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka
metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan
bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan
yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
3) Menghindari (Avoidence)
Apabila
kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut
campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan
tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik,
merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan
(refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan
berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”.
4) Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk
menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak
menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota
menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi,
apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan,
maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami
frustrasi.
b. Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok
diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan
bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang
bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba
menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik
bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena
kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan
yang menimbulkan persoalan.
Menurut (Winardi, 1994 : 84- 89) ada tiga macam tipe metode
penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode :
1) Consensus (concencus);
2) Konfrontasi (Confrontation);
3) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat
(Superordinate goals)
c. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau
mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah
win-lose orientation.
Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
1) Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini
mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung
menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk
mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan
paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain
kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir
jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia
diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan
orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan
merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah
dapat muncul dalam bentuk
a) Menggunakan orang lain , baik secara emosional
atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
b) Mencoba untuk berada di atas orang lain.
c) Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri
nampak baik.
d) Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa
memperhatikan perasaan orang lain.
e) Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2) Lose-Win (Kalah – Menang)
Dalam gaya ini
seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat
menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari
popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan
popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak
perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran
darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3) Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi
jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya
tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada
yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada
hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah
sama saja dengan bunuh diri.
4) Win (Menang)
Orang bermentalitas
menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois
dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia
tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama
dalam tim.
5) Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang
adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama
dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa
senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma
ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma
ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan
kerja sama kreatif.
d. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang
di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil
kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang
berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun
demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara
yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi
organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan
atau berkonflik.
Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:
1) Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan
tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
2) Sharing
Suatu pendekatan
penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu
pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
e. Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan
Konflik jenis ini
relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan
pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan
dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar setiap
konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik
menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu
organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang
ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward
channel of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara
yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu :
1) Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance
procedure)
Dengan adanya
“grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan
adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah,
merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.
2) Observasi langsung
Tidak semua konflik
disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan
akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat
segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.
3) Kotak saran (suggestion box)
Cara semacam ini
banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup
efektif karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka
dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga
harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran
tersebut.
4) Politik pintu terbuka
Politik pintu
terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal
ini sering terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka”
pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari
pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam
ini.
5) Mengangkat konsultan personalia
Konsultan
personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya
merupakan staf dari bagian personalia. Kadang-kadang karyawan segan pergi
menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan
psikologi ini.
6) Mengangkat “ombudsman”
Ombudsman adalah
orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau
dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya
adalah orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.
E.
LANGKAH-LANGKAH
MANAJEMEN MENANGANI KONFLIK
Langkah-langkah
manajemen untuk menangani konflik diataranya:
1. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang
menimbulkan ketidak puasan.
Langkah ini sangat
penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan
menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
2. Mengumpulkan keterangan/fakta
Fakta yang
dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari
tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki
unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm
hati-hati.
3. Menganalisis dan memutuskan
Dengan diketahuinya
masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi
terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai
alternatif pemecahan.
4. Memberikan jawaban
Meskipun manajemen
kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota
organisasi.
5. Tindak lanjut
Langkah ini
diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
6. Pendisiplinan
Konflik dalam
organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan
pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu
pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan
organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut
memiliki wibawa.
Tindakan
pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat
positif dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat
untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif
mulai dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
a. diberi peringatan secara lisan
b. diberi peringatan secara tertulis
c. dihilangkan/dikurangi sebagian haknya
d. didenda
e. dirumahkan sementara ( lay-off )
f. diturunkan pangkat/jabatannya
g. diberhentikan dengan hormat
h. diberhentikan tidak dengan hormat
Menurut Heidjarachman Ranupandojo
pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
1.
Pendisiplinan
hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya memberikan
teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan
yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa
dendam.
2.
Pendisiplinan
haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan
saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan
yang sama untuk waktu yang akan datang.
3.
Pendisiplinan
haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda
pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih
segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.
4.
Keadilan
dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya
diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih
kasih.
5.
Pimpinan
tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.
6.
Setelah
pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali.
Tidak dibenarkan
apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci
bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan
perlakuan yang tidak adil.
F.
APLIKASI
MANAJEMEN KONFLIK
Salah satu contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik
adalah UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26
tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di
tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar
pimpinan itu sendiri.
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan
dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di
tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah
kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus
dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap
keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum
tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh
mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan program kerja harus
dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus
Operasional) dan di Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik
yang kerap muncul adalah konflik interpersonal dan kepentingan golongan. Hal
ini sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan
prinsip kekeluargaan.
Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan
sehari-hari di Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM).
Interaksi yang terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar
anggota. Baik yang sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut
kerap mewarnai perjalanan dan kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang
timbul karenanya seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi
pimpinan dalam mengntisipasinya.
Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang
secara fungsional bertanggung jawab adalah pemangku adat. Peran yang biasanya
dipegang oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah
sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara
personal, terdapat beberapa badan yang dijadikan alat untuk menyelesaikan
konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemangku adat
secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan Kehormatan.
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas
mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU Pand Pendamping,
Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan untk
melakukan proses komunikasi antar anggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka
Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tri
bhuwanatungga dewi).
Sebagai seorang pendamping, ia bertanggung jawab atas perilaku dan watak
adik dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang mungkin muncul dari
hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi laiknya orang tua yang
mengawasi dan memantau perkembangan
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Manajemen Konflik adalah suatu cara atau proses mengambil
langkah-langkah oleh para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan ke arah hasil yang positif dengan melakukan pendekatan, komunikasi
dan evaluasi untuk mendapatkan penyempurnaan untuk mendukung tujuan yang telah
ditetapkan.
Dalam Manajemen konflik ada 2 aspek yang bisa muncul yaitu aspek positif
dan aspek negatif. Konflik bisa di sebabkna oleh beberapa hal yang
mengakibatkan ke dua aspek (posif/negatif) tersebut bisa terjadi, diantaranya :
1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk
akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud
Agar konflik tidak jadi berlarut-larut maka
konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
1. Disiplin
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
3. Komunikasi
4. Mendengarkan secara aktif
Dalam mengelola konflik tidak bisa begitu saja
tapi di perlukan teknik atau keahlian untuk mengelola konflik seperti
pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
1. Konflik itu sendiri
2. Karakteristik orang-orang yang terlibat di
dalamnya
3. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian
konflik
4. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
5. Ketersediaan waktu dan tenaga
Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan
beberapa metode. Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
1. Mengurangi konflik;
2. Menyelesaikan konflik
Langkah-langkah manajemen untuk menangani konflik
diataranya:
1. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang
menimbulkan ketidak puasan.
2. Mengumpulkan keterangan/fakta
3. Menganalisis dan memutuskan
4. alternatif pemecahan.
5. Memberikan jawaban
6. Tindak lanjut
7. Pendisiplinan
Dalam pengaplikasiannya
konflik bisa terjadi dimana saja baik secara individu maupun
kelompok/organisasi pada kehidupan sehari-hari. Contohnya konflik sering muncul
pada organisasi/kelompok adalah saat presentasi, rapat formal dll. Sedangkan
pada individu contonya adanya pertetangan antara hati, ego dan kebutuhan.
·
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen. BPFE – Yogyakarta
·
Stoner, James A.F. 1996. Manajemen (Terjemahan). Penerbit Erlangga – Jakarta
·
Griffin. 2003. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga – Jakarta
·
Dr. H.B. Siswanto, M.Si. 2011. Pengantar Manajemen. Penerbit Bumi Aksara -
Jakarta
·
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status
Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada.
Jurnal Psikologi, No. 2
·
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung.
Penerbit: CV. Mandarmaju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar