BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Managemen
adalah proses bekerja melalui staff keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas manajer keperawatan
untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan
prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat (Gillies, 1996).
Salah
satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan
keperatan adalah pembenahan manajemen keperawatan karena dengan adanya factor
kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi wahana peningkatan keefektifan
pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien
terhadap pelayanan keperawatan.
Dalam
pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan professional ( MPKP )
yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde keperawatan. Ronde keperawatan
adalah suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan dengan membahas kasus tertentu
dengan harapan adanya transfer pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara
teoritis kedalam praktek keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh
perawat konselor, kepala ruangan, MA, kabid keperawatan dengan melibatkan
seluruh tim keperawatan. Karakteristik dari ronde keperawatan meliputi: pasien
dilibatkan secara langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, perawat yang
terlibat melakukan diskusi, konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu
mengembangkan kemampuan perawat dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Rumah
sakit adalah salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan
upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan serta upaya kesehatan penunjang.
Pada masa kini perjalanan peran rumah sakit sebagai organisasi pelayanan
kesehatan sedang memasuki lingkungan global yang kompetitif dan terus berubah.
Perubahan lingkungan tersebut menurut Trisnantoro (2004), akan mendorong rumah
sakit menjadi organisasi yang berciri multiproduk, sehingga membutuhkan
pengelolaan yang tepat. Perkembangan terkini semakin mengarah ke kondisi rumah
sakit sebagai lembaga usaha dengan berbagai konsep bisnis. Transisi ini yang
mengakibatkan rumah sakit menjadi lembaga yang berkarakter sosial sekaligus
ekonomi. Pelayanan prima di rumah sakit sangat bergantung pada kualitas sdm
tenaga kesehatan yang ada didalamnya salah satunya adalah perawat. Menurut RSU
Swadana Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal
menimbulkan ronde perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci perkembangan
kesehatan pasien termasuk seringnya perawat rawat inap operan hanya dilakukan
di nursing station secara administrasi saja berdasarkan pengamatan penulis, hal
ini menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan pelayanan keperawatan dan
pada akhirnya berdampak meningkatnya lama perawatan pasien.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas disimpulkan yang menjadi masalah
pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh kompetensi perawat (kompetensi
teknis, kompetensi perilaku) dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan,
kekompakan), terhadap pasien yang ditangani dan Apakah kualitas ronde
keperawatan akan berdampak pada pasien secara langsung?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Management Keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan yang
dicapai setelah penyampaian materi tentang ronde keperawatan diharapkan
mahasiswa mampu:
a.
Mengetahui dan memahami pengertian ronde
keperawatan
b.
Mengetahui dan memahami karakteristik
ronde keperawatan
c.
Mengetahui tujuan ronde keperawatan
d.
Mengetahui dan memahami manfaat ronde
keperawatan
e.
Mengetahui dan memahami tipe – tipe
ronde keperawatan
f.
Mengetahui dan memahami tahapan ronde
keperawatan
g.
Mengetahui hal – hal yang harus dipersiapkan
dalam ronde keperawatan
h.
Mengetahui komponen yang terlibat dalam
ronde keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Ronde Keperawatan (Nursing Rounds)
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilakukan oleh perawat disamping melibatkan pasien
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer dan atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga seluruh
anggota tim kesehatan (Nursalam, 2009).
Ronde keperawatan
merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau siswa perawat
dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh pengajar
atau siswa perawat dengan anggota sifatnya atau siswa untuk pemahaman yang
jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).
2.2.
Karakteristik Ronde Keperawatan
a.
Pasien
dilibatkan secara langsung.
b.
Pasien merupakan fokus kegiatan.
c.
Perawat
associate, perawat primer, dan
konselor melakukan diskusi bersama.
d.
Konselor
menfasilitasi kereativitas.
e.
Konselor
membantu mengembangkan kemampuan PA
dan PP dalam meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
2.3.
Tujuan Ronde Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan
ronde keperawatan bisa dibagi menjadi 2 yaitu : tujuan bagi perawat dan bagi
pasien.
Tujuan bagi keperawatan menurut Amola et
al, (2010) adalah
- Melihat kemampuan staf dalam manajemen
pasien.
- Mendukungan
pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan
- Meningkatkan
pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format stud kasus
- Menyediakan
kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan penilaian
keterampilan klinis.
- Membangun
kerjasama dan rasa hormat, serta (6) meningkatkan retensi perawat
berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi keperawatan.
Sedangkan tujuan bagi pasien menurut Clement (2011) adalah
- Untuk mengamati kondisi fisik dan mental
pasien dan kemajuan hari ke hari
- Untuk
mengamati pekerjaan staf
- Untuk
membuat pengamatan khusus pasien dan memberikan laporan ke dokter,
misalnya : luka, drainase, perdarahan, dsb
- Untuk memperkenalkan pasien ke
petugas dan sebaliknya.
- Untuk
melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien
- Untuk
mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasaan pasien
- Untuk memastikan bahwa langkah-langkah
keamanan yang diberikan pada pasien
- Untuk memeriksa kondisi pasien
sehingga dapat dicegah seperti ulcus
decubitus, foot drop, dsb.
- Untuk membandingkan manifestasi
klinis penyakit pada apsien sehingga perawat memperoleh wawasan yang lebih
baik
- Untuk
memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan.
Sedangkan menurut Nursalam (2009) tujuan ronde
keperawatan dibagi menjadi:
- Tujuan Umum
Menyelesaikan
masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis.
- Tujuan
Khusus
1.
Menumbuhkan cara berfikir kritis (Problem-Based Learning PBL)
2.
Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan
keperawatan berasal dari masalah klien.
3.
Meningkatkan pola pikir sistematis
4.
Meningkatkan validitas data klien
5.
Menilai kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan
6.
Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi,
menilai hasil kerja, dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan (renpra)
2.4.
Kriteria
Pasien
Menurut
Nursalam (2009) pasien
yang dipilih untuk dilakukan ronde keprawatan adalah pasien yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1.
Mempunyai masalah keperawatan yang belum
teratasi meskipun sudah dilakuakn tindakan keperawatan
2.
Pasien dengan kasus baru atau langka.
2.4.
Manfaat Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan akan
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada perawat. Clement, (2011)
menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu
juga menurut Wolak (2008) dengan adanya ronde keperawatan akan menguji
pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilandan pengetahuan
keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan
oleh Wolek et al (2008) peningkatan kemampuan perawat bukan hanya keterampilan
keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan
berkembang secara profesional.
Melalui ronde keperawatan,
perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan pada pasien berhasil
atau tidak. Clement (2011) melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,
rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan
dapat dinilai. Hal itu juga dtegaskan oleh O’Connor (2006) pasien sebagai alat
untuk menggambarkan parameter penilaian atau teknik intervensi.
Ronde keperawatan
merupakan sarana belajar bagi perawat dan siswa perawat. Ronde keperawatan
merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak et al, 2008). Sedangkan bagi
siswa perawat dengan ronde keperawatan akan mendapatkan pengalaman secara nyata
dilapangan (Clement, 2011).
Manfaat ronde
keperawatan yang lain adalah membantu mengorientasikan perawat baru pada
pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak tahu mengenai pasien yang di rawat
di
ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini bisa dicegah, ronde keperawatan
membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan juga
meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian Febriana (2009) ronde keperawatan
meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak dilakukan ronde
keperawatan. Chaboyer et al (2009) dengan tindakan ronde keperawatan menurunkan
anga insiden pada pasien yang dirawat.
2.5.
Tipe - Tipe Ronde Keperawatan
Berbagai macam tipe
ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan. Diantaranya adalah menurut
Close & Castledine (2005) ada empat tipe ronde yaitu matrons’rounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan teaching rounds.
- Matron
rounds menurut Close & Castlide (2005)
seorang perawat berkeliling ke ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien
sesuai jadwal rondenya. Yang dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa
standar pelayanan, kebersihan dan kerapian, dan menilai penampilan dan
kemajuan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.
- Nurse
management rounds menurut Close & Castlide
(2005) ronde ini adalah ronde manajerial yang melihat pada rencana
pengobatan dan implementasi pada sekelompok pasien dan keluarga pada
proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara
perawat dengan head nurse.
- Patient
comfort rounds menurut Close & Castledine
(2005) ronde di sini berfokus pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien
di rumah sakit. Fungsi perawat dalam ronde ini adalah memenuhi semua
kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan malam hari, perawat
menyiapkan tempat tidur untuk pasien tidur.
- Teaching
rounds menurut Close & Castledine
(2005) dilakukan antara teacher
nurse dengan perawat atau siswa perawat, dimana terjad proses
pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan untuk perawat atau siswa
perawat. Dengan pembelajaran langsung perawat atau siswa dapat langsung
mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung pada pasien.
Menurut Daniels (2004) walking round terdiri dari nursing round, physician-nurse rounds
atau interdisciplinary rounds. Nursing
round adalah ronde yang dilakukan antara perawat dengan perawat. Physician nurse rounds adalah ronde
pada pasien yang dilakukan dokter dengan perawat, sedang interdisciplinary rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan
oleh berbagai macam tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta
fisioterapi dsb. Sedangkan menurut Clement (2011)
menyebutkan berbagai jenis word round
yang dilakukan oleh perawat meliputi rounds
with the doctors, rounds to discuss psychological problem of patients, social
service rounds, medical rounds for nurses, rounds with the physical therapits,
dan nursing rounds.
2.6.
Langkah-langkah Ronde Keperawatan
Ramani (2003)
menjelaskan rahapan ronde keperawatan adalah (1) Pre-rounds: Preparation (persiapan), planning (perencanaan), orientasion
(orientasi) (2) Rounds: Introduction (pendahuluan), interaction (interaksi), observation (pengamatan), instruction (pengajaran), summarizing (kesimpulan) (3) Post-Rounds : debriefing (Tanya jawab), feedback
(saran), reflection (refleksi), preparation (persiapan).
Bimbauner (2004)
mengatakan bagaimana menyiapkan ronde keperawatan yaitu:
- Before
rounds meliputi: (1) persiapan, terdiri
dari membuat tujuan kegiatan ronde keperawatan dan membaca status pasien
dengan jelas sebelum melakukan ronde keperawatan (2) orientasi perawat,
terdiri dari membuat menyadari tujuan : demonstrasi temuan klinis,
komunikasi dengan pasien, pemodelan perilaku professional (3) orientasi
pasien.
- During
rounds meliputi : (1) menetapkan
lingkungan: membuat lingkungan yang nyaman serta dorong untuk mengajukan
pertanyaan (2) menghormati: perawat: hormati mereka sebagai pemberi
layanan pada pasien dan pasien : perlakukan sebagai manusia, bukan hanya
obyek dari latihan mengajar, peka terhadap bagaimana penyakit mempengaruhi
kehidupan pasien (3) libatkan semua perawat, bertujuan untuk mengajar
semua tingkat peserta didik dan mendorong semua untuk berpartisipasi (4)
libatkan pasien: dorong pasien untuk berkontribusi mengenai masalah
penyakitnya, dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan tentang masalahnya,
gunakan kata-kata yang dapat dimengerti pasien, dsb.
- After
rounds: waktu untuk pertanyaan dan
memberikan umpan balik.
Menurut Nursalam (2009) langkah – langkah ronde
keperawatan dibagi menjadi:
a. Pra Ronde
- Menentukan
kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang langka)
- Menentukan
tim ronde
- Mencari
sumber atau literatur
- Membuat
proposal
- Mempersiapkan
pasien: informed consent dan pengkajian
- Diskusi:
Apa diagnosis keperawatan? Data apa yang mendukung? Bagaimana intervensi yang
sudah dilakukan? Dan hambatan apa yang ditemukan selama perawatan?
b. Pelaksanaan Ronde
- Penjelasan
tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah keperawatan dan
rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta
memilih prioritas yang perlu didiskusikan
- Diskusi
antar anggota tim tentang kasus tersebut
- Pemberian
justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan tentang
masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
c. Pasca Ronde
- Evaluasi,
revisi, dan perbaikan
- Kesimpulan
dan rekomendasi penegakan diagnosis, intervensi keperawatan selanjutnya.
2.7.
Mekanisme Ronde Keperawatan
- Perawat
membaca laporan mengenai pasien melalui status pasien sebelum melakukan
ronde keperawatan. Hal ini dilanjutkan Clament (2011) bahwa perawat
sebaiknya melihat laporan penilaian fisik dan psikososial pasien 2-3
menit. Selain itu juga perawat menetapkan tujuan yang ingin dicapai ketika
pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui asien, sebaiknya perawat
membahas tujuan yang ingin dicapai (Clament, 2011).
- Perawat
menentukan pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan. Hal itu disebut Sitorus
(2006) sebelum dilakukan ronde perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien
yang akan di ronde dan ditentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya
dipilih klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang
relative lebih kompleks (Sitorus, 2006).
- Ronde
keperawatan dilakukan pada pasien. Perawat melaporkan kondisi, tindakan
yang sudah dilakukan dan akan dilakukan, pengobatan, serta rencana yang
lain. Clement (2011) saat ronde keperawatan melaporkan tentang kondisi
pasien, asuhan keperawatan, perawat medis dan prognosis. Selain itu juga
menurut Annual review of nursing
education dalam ronde keperawatan perawat mendiskusikan diagnosis
keperawatan yang terkait, intervensi keperawatan, dan hasil. Mengenai
masalah yang sensitive hendaknya tidak boleh dibicarakan dihadapan pasien.
Masalah yang sensitive sebaiknya tidak didiskusikan dihadapan klien
(Sitorus, 2006).
- Waktu
pelaksanaan ronde bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi ruangan.
Sitorus (2006) menyebutkan waktu yang dilakukan untuk melakukan
keseluruhan ronde adalah setiap hari dengan waktu kurang lebih 1 jam
ketika intensitas kegiatan di ruang rawat sudah relative tenang. Sedangkan
menurut Atiken et al. (2010) pelaksanaan ronde keperawatan diadakan dua
hari setiap minggu dan berlangsung satu jam.
2.8.
Masalah Etik dengan Pasien
Beberapa
strategi untuk mendorong kenyamanan pasien selama ronde keperawatan berlangsung
menurut Weinholt & Edward (1992) dalam Clament (2009) meliputi: (1)
memberikan pemberitahuan sebelum kunjungan (2) membatasi waktu ronde
keperawatan agar pasien bias istirahat (3) menjelaskan semua pemeriksaan dan
prosedur kepada pasien (4) semua diskusi dan komunikasi harus dijelaskan dan
dipahami oleh pasien.
2.9.
Strategi Ronde Keperawatan yang Efektif
Ramani (2003) dalam Clament (2009) menyebutkan ada beberapa strategi agar ronde keperawatan berjalan
efektif yaitu:
- Melakukan
persiapan dengan seksama terkait dengan pelaksanaan ronde keperawatan baik
waktu pelaksanaan, pasien masalah yang terkait, dsb.
- Membuat
perencanaan apa yang akan dilakukan meliputi:sistem apa yang akan
diajarkan, aspek-aspek apa yang harus ditekankan: pemeriksaan fisik,
melakukan tindakan dsb. Rencanakan agar semua aktif terlibat dalam
kegiatan, pilih pasien yang akan dilakukan proses pembelajaran, serta
tentukan berapa banyak waktu yang harus dihabiskan dengan pasien tertentu.
- Orientasikan
pada perawat tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan berikut ini dapat
dilakukan selama fase orientasi: (1) orientasikan perawat untuk tuuan
latihan dan kegiatan yang direncanakan (2) memberikan peran kepada setiap
anggota tim (3) buat aturan mengenai ronde (4) setiap diskusi sensitive
perlu ditunda dan seluruh tim harus menyadari hal ini.
- Perkenalkan
diri anda dan tim pada pasien meliputi: (1) memperkenalkan diri kepada
pasien (2) pasien perlu diberitahu bahwa pertemuan itu terutama
dimaksudkan untuk berdiskusi mengenai pemberian perawatan pada pasien (3)
keluarga tidak perlu diminta untuk perg jika pasien ingin untuk ditemani.
- Meninggalkan
waktu untuk pertanyaan, klarifikasi, menempatkan pembacaan lebih lanjut.
Fase ini terjadi diluar ruangan, keluar dari pasien jarak pendengaran. Ini
adalah kesembatan untuk mendiskusikan aspek sensitive dari riwayat pasien.
- Evaluasi
pelaksanaan yang telah dilakukan. Mulai persiapan untuk pertemuan
berikutnya dengan merefleksikan pada diri mengenai hasil ronde yang telah
dilakukan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1.
Contoh
Kasus Ronde Keperawatan
Rumah Sakit Umum
Tarutung adalah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara dan satu- satunya rumah sakit yang ada di Tapanuli Utara dengan status
kelas ”B” non pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia No.1809/MENKESKESSOS /SK/XII/2000, dengan
jumlah tempat tidur 110 unit. Pada tahun 2003 sesuai Perda nomor 7 tahun 2003,
Rumah Sakit Umum Tarutung berubah status menjadi RSU Swadana Daerah Tarutung.
Status ”Swadana” sangat berpotensi menggeser rumah sakit pemerintah yang pada
masa lalu hanya berorientasi pada fungsi sosial ke arah unit sosial ekonomi
RSU Swadana Daerah
Tarutung berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik bahwa pada tahun 2007
pencapaian BOR 90,80%, tahun 2008 berkurang menjadi 73,00%, namun masih dalam
kategori ideal sesuai dengan standart Depkes RI.
Kondisi RSU Swadana
Daerah Tarutung pada tahun 2008 mengalami penurunan sesuai perhitungan BOR
rumah sakit sebesar 18,72% dari tahun 2007 ini diakibatkan adanya penurunan
kinerja rumah sakit. Penurunan indikator kinerja RSU Swadana Daerah Tarutung
sangat terpengaruh dengan kinerja pelayanan perawat, oleh karena selama 24 jam
pasien rawai inap dibawah pengawasan perawat pelaksana di rumah sakit.
Penurunan kinerja RSU
Swadana Daerah Tarutung menimbulkan berbagai fenomena. Fenomena yang terjadi
pada RSU Swadana Daerah Tarutung didapat dari komite keperawatan bahwa masih
adanya keluhan pasien, keluarga pasien tentang ketidakpuasan layanan yang
diperoleh dari perawat pelaksana rawat inap seperti ketepatan pemberian
obat-obatan, pemberian suntikan, kehadiran petugas tidak tepat waktu dan juga
perawat pelaksana rawat inap kurang senyum dan kurang perhatian kepada pasien.
Kondisi seperti ini dapat menurunkan kualitas pelayanan terhadap pasien di RSU
Swadana Daerah Tarutung.
Menurut berita terbitan
media cetak seperti: Aspirasi (20 Maret 2007), Metro Tapanuli (31 Mei 2008),
Skala Indonesia (27 Agustus 2008) , Bonapasogit (Januari 2009) menerbitkan
bahwa pelayanan RSU Swadana Daerah Tarutung pada tahun 2008 adanya penurunan,
kondisi ini juga berdampak dari semakin menurunya pelayanan yang diberikan
perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung. Pada sisi yang lain
kualitas tenaga keperawatan tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendidikan
perawat yang ada, dimana pendidikan perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana
Daerah Tarutung yang berjumlah 60 orang belum ada yang berlatar pendidikan
sarjana masih memiliki tingkat pendidikan diploma III, sehingga pelayanan yang
profesional tidak dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan oleh customer.
Praktek keperawatan
yang ditetapkan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah sistem penugasan dengan
metode tim, namun dalam pelaksanaanya adalah sesuai dengan kebutuhan tatanan
rawat inap. Berdasarkan kebutuhan tersebut maka sitem penugasan pelayanan
perawatan dengan metode tim dalam praktek pelayanan dilakukan sesuai dengan
penugasan berdasarkan shift kerja yang telah ditetapkan oleh RSU Swadana
Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal menimbulkan
ronde perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci perkembangan
kesehatan pasien termasuk seringnya perawat rawat inap operan hanya dilakukan
di nursing station secara administrasi saja berdasarkan hal ini
menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan pelayanan keperawatan dan pada
akhirnya berdampak meningkatnya lama perawatan pasien (lengt of stay).
3.2.
ANALISA
KASUS
Berdasarkan kasus tersebut pihak manajemen
diharapkan segera mengambil langkah cepat untuk merespon kondisi tersebut, hal
ini mungkin diakibatkan kelemahan petugas perawat pelaksana rawat inap dalam
pemberian asuhan keperawatan, pengetahuan tentang Standard Operating
Procedur (SOP) serta perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia yang
belum sesuai terhadap kebutuhan rumah sakit seperti sistem reward dan punishment.
Praktek keperawatan tidak mungkin akan meningkat
kecuali masalah dapat diidentifikasi dan dipecahkan. Karyawan sesungguhnya
mempunyai pengetahuan yang cukup dan memiliki ide-ide yang kreatif untuk
memecahkan masalah-masalah dalam pekerjaannya. Untuk dapat memecahkan masalah
tersebut karyawan membutuhkan cukup informasi, tanggung jawab dan wewenang
serta kepercayaan dari manajer atau pimpinannya. Pada akhirnya karyawan akan
merasakan kepuasan kerja dan lebih produktif bila mereka dibantu dengan
menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan mengurangi hambatan dalam
pekerjaannya. Informasi-informasi yang up to date belum dapat diakses
untuk memenuhi kebutuhan karyawan khususnya perawat pelaksana rawat inap di RSU
Swadana Daerah Tarutung.
Menurut Gillies (2006), dalam rangka meningkatkan
mutu manajemen keperawatan, maka rumah sakit seharusnya memiliki konsepsi dasar
praktek manajemen keperawatan sebagai dasar praktek keperawatan yang dijabarkan
dalam metode penugasan ruang rawat inap. Pelayanan keperawatan rumah sakit
secara umum menggunakan sitim penugasan yang terdiri dari metode fungsional,
metode tim, metode primer, metode modular dan metode alokasi. RSU Swadana
Daerah Tarutung telah menetapkan systim penugasan dengan menggunakan metode
primer dimana metode primer berfungsi untuk merawat satu pasien di tangani oleh
satu orang perawat mulai dirawat sampai pasien pulang, namun praktek
keperawatan tidak menerapkan sistem penugasan dengan praktek keperawatan yang
baku. Praktek keperawatan yang berlangsung di RSU Swadana Daerah Tarutung
adalah sesuai dengan kondisi di tatanan rawat inap, dimana terkadang
menggunakan metode fungsional dan pada satu kesempatan yang lain menggunakan
metode tim dan metode modular, sehingga sistim penugasan keperawatan yang
kurang konsisten ini dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit sebaiknya
melakukan sistim penugasan dengan metode Primer karena metode ini dapat
mengevaluasi perkembangan asuhan keperawatan pasien secara berkesinambungan dan
konsisten sehingga perawat pelaksana rawat inap bekerja secara profesional,
namun metode ini dapat dilaksanakan jika perawat tersebut minimal memiliki
pendidikan sarjana ataupun spesialisasi.
Penugasan perawat di RSU Swadana Daerah Tarutung
belum memenuhi sitem penugasan dengan metode primer disebabkan karena jumlah
SDM kurang memadai. Gambaran masalah tersebut tersirat kinerja pelayanan
perawat pelaksana di rawat inap Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung belum
berjalan secara profesional. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan kompetensi
keperawatan yang menjadi bagian dari kinerja perawat di rumah sakit.
Pembentukan kompetensi seseorang diyakini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
1. Faktor
internal, yang merupakan faktor bawaan bersifat genetik
2. Faktor
eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi perkembangan kompetensi seseorang
secara akumulatif sejak kecil seperti pendidikan dan pengalaman yang diperoleh
orang tersebut selama hidupnya. Atas dasar ini dapat disimpulkan bahwa setiap
orang memiliki kecenderungan untuk menggunakan intelegensi dan emosi pada titik
keseimbangan tertentu, sehingga pengaruh antara kompetensi dan kemampuan
seseorang dalam mengendalikan emosi sangat bermanfaat untuk pengembangan
kompetensi seseorang. Apabila seseorang ingin merubah kompetensinya, dia harus
mampu merubah cara berpikirnya terutama dalam menggunakan kemampuan intelegensi
serta mengendalikan emosinya. Kompetensi sesuai dengan wilayah kecerdasan emosi
dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1.
Kompetensi personal (Personal
Competence)
2.
Kompetensi Sosial (Social Competence).
Kedua
kompetensi inilah yang mengendalikan kecerdasan intelegensi sehingga dapat
memanajemen diri sendiri dan memanajemen relasi. Para perawat pelaksana rawat
inap di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung sebagai kinerja utama di
bidang pelayanan pasien yang berperanan penting dalam penyelenggaraan upaya
menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu diteliti, sebab
kompetensi para perawat pelaksana merupakan interaksi manusia dengan lingkungan
kerja yang akan mengefektifkan penggunaan pengetahuan dan keterampilan untuk
pencapaian target kerja. Kondisi ini perlu ditangani secepat mungkin oleh
komite keperawatan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam melaksanakan
tugas yaitu membantu direktur menyusun standar keperawatan, pembinaan asuhan
keperawatan, melaksanakan pembinaan etika profesi keperawatan dalam upaya
mengantisipasi semakin banyaknya pasien mengeluh tentang pelayanan yang
diberikan perawat pelaksana rawat inap dan semakin rendahnya jumlah kunjungan
pasien memilih pelayanan pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit Umum Swadana
Daerah Tarutung.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Simpulan
Ronde kepearwatan
merupakan kegiatan yng bertujuan untuk mengatasi masalahh keperawatan yang
berfokus pada pasien dan dilakukan oleh perawat. Dalam hal ini pasien
dilibatkan secara langsung dan pasien yang dipilih memeiliki kriteria pasien
dengan kasus baru atau langka, serta pasien yang mempunyai masalah keperawatan
yang belum teratasi meskipun sudah dilakuakan tindakan keperawatan. Ronde
keperawatan akan meninhkatkan keterampilan dan pengetahuan pada perawat, selain
perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan pada pasien berhasil
atau tidak. Melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan, rintangan yang
dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai.
Ada berbagai empat macam tipe ronde keperawatan yang dikenal
yaitu matrons’rounds, nurse management
rounds, patient comfort rounds dan
teaching rounds. Sedangkan untuklangkah – langkah keperawatan dapat dibagi
menjadi pra ronde, pelaksanaan ronde, serta pasca ronde. Adapun strategi ronde
keperawatan yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan persiapan yang
seksama, membuat perencanaan apa yg akan dilakukan, orientasikan pada perawat
tujuan yang ingin dicapai, memprekenalkan diri pada tim, meninggalkan waktu
untuk pertanyaan, serta melakukan evaluasi pelaksnaan yang telah dilakukan.
4.2.
Saran
Mahasiswa keperawatan dan perawat harus mempunyai aspek kognitif,
afektif dan skill yang mempunyai nilai lebih untuk dapat melaksanakan ronde keperawatan secara
efektif dan benar sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
Daftar Pustaka
Aitken, L., Burmeister E., Clayton S., Dalais C.,
& Gardner G (2010). The impact of nursing rounds on the practice
environment & nurse satisfaction in intensive care: pre-test post-test
comparative study. International Journal
of Nursing Studies. 48 (2011) 918-925.
Bimbaurner,. D., M. (2004) Bedside teaching. http://archieve.cordem.
Org/facdev/2004meeting/birnl.doc.
Clement,
I. (2011). Management nursing services
and education. Edition 1. India: Elsevier.
Close, A., & Castledine, G. (2005).
Clinical nursing rounds part 1: Matrons rounds. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 15.
Close, A., & Castledine, G. (2005).
Clinical nursing rounds part 2: Nurse management rounds. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 16.
Close, A., & Castledine, G. (2005).
Clinical nursing rounds part : Teaching rounds for nurses. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 18.
Febriana, N. (2009). Pengaruh nursing round terhadap kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di Rumah Sakit MMC Jakarta. Tesis
kekhususan kepemimpinan dan manajemen keperawatan program pascasarjana FIK UI.
Tidak dipublikasikan.
Kozier, B., Erb & Berman, A. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process,
& practice. Seven third ed. New Jersey: Pearson prentice hall.
Nursalam,
Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam. 2009 Manajeman keperawatan: Aplikasi dalam
praktik keperawatan professional. Salamba Medika: Jakarta.
O’Connor, A. B. (2006). Clinical
instruction and evaluation: Teaching resource. Second edition. Canada: Jones
& Bartlett publishers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar